Monday, February 10, 2025

Pemerintahan Soekarno

PEMERINTAHAN SOEKARNO MAKALAH Oleh: Parid Maulana
SMP IT AL-QUR’AN AL FADLILAH BL. LIMBANGAN TAHUN 2025   Kata Pengantar Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh… Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Pemerintahan Soekarno". Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, suri teladan bagi umat manusia. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas harian pada mata pelajaran IPS sebagai salah satu referensi siswa kelas IX dalam mengetahui sepak terjang Ir. Soekarno. Dalam penyusunannya, saya berusaha menyajikan informasi yang relevan dan bermanfaat bagi pembaca, khususnya teman-teman guru dan siswa SMP IT AL QURAN AL FADLILAH Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran yang bermanfaat, sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap sejarah bangsa Indonesia. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Garut, 10 Februari 2025 Parid Maulana, S.Ag DAFTAR ISI Kata Pengantar ……………………………………………………. i Daftar Isi ………………………………………………………………. ii Bab I Pendahuluan …………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 1 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 2 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 2 Bab II Pembahsan dan Isi……………………………………………… 3 A. Biografi Soekarno ……………………………………………… 3 1. Riwayat Hidup Soekarno ………………………………….. 3 2. Karir Politik Soekarno …………………………………….. 4 B. Konsep Pemerintahan Pada Masa Soekarno …….. …………. 7 1. Sistem Presidensial (1945 – 1949)/ Awal Kemerdekaan … 7 2. Demokrasi Liberal (Sistem Parlementer) (1950 – 1959)/ Republik Indonesia Serikat …………………………………………... 10 3. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965) Pasca Republik Indonesia Serikat……………………………………………………… 13 Bab III Penutup ……………………………………………………… 18 A. Kesimpulan ……………………….……………………….. 18 B. Saran ……………………………………………………….. 18 Daftar Pustaka ……………………………………………………… 20   BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kini sudah memasuki usia 79 tahun terhitung sejak kemerdekaanya pada tahun 1945, dengan berbagai dinamika yang terjadi, Indonesia setidaknya telah melahirkan pemimpin negara atau dalam hal ini presiden sebanyak 7 orang. Di awali dengan Soekarno sebagai bapak proklamator, kemudian disusul dengan Soeharto yang terkenal sebagai bapak pembangunan, setelah itu digantikan oleh B.J. Habibie sebagai bapak Teknologi, kemudian digantikan oleh Abdurahmah Wahid atau biasa dikenal dengan Gus Dur sebagai bapak pluralisme, selanjtunya lahir pemimpin perempuan pertama Megawati Soekarno Putri, disusul oleh Susilo Bambang Yodhoyono sebagai bapak perdamaian serta Jokowi Dodo sebagai bapak Inprastruktur, terakhir baru saja dilantik Prabowo Subianto sebagai veteran manta Danjen Kopasus. Dalam pergantian kepemimpinan tentunya ada banyak sekali dinamika baik dari aspek politik, budaya, sosial, ekonomi maupun pendidikan. Dalam hal ini saya mempunyai ketertarikan untuk membahasa bagaimana dinamika yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno. Oleh karena itu kami akan membahas makalah kali ini dengan judul “Pemerintahan Soekarno”. Kita sudah barang tentu mengatahui bahwa pada masa pemerintahan Soekarno setidaknya dapat dibagi ke dalam 3 kategori pemerintahan atau ciri pemerintahannya, yakni pertama; system presidensial. Kedua, Demokrasi liberal. Ketiga, Demokrasi Terpimpin. B. Rumusan Masalah Adapun dalam makalah ini, setelah mengamati berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam makalah kami ini, yakni sebagai berikut: 1. Bagaimana Riwayat Hidup Soekarno dan apa saja yang diwariskan atau yang mewariskan kehidupan Soekarno pada bangsa Indonesia? 2. Apa yang dimaksud dengan Sistem Presidensial, Demokrasi Liberal dan Demokrasi terpimpin pada masa Soekarno? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Riwayat Hidup Soekarno dan apa saja yang diwariskan atau yang mewariskan kehidupan Soekarno pada bangsa Indonesia. 2. Untuk Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan Sistem Presidensial, Demokrasi Liberal dan Demokrasi terpimpin pada masa Soekarno. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Sebagai pengembangan keilmuan di bidang Sejarah tentang pemetintahan pada masa Soekarno secara umum. 2. Praktis Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kecintaan siswa dan masyarakat pada umumnya terhadap Sejarah bangsa Indonesia khususnya pada masa Orde Lama (yakni Pemerintahan Soekarno) 3. Kalangan Pemangku Kebijakan Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemerintah serta pemangku kebijakan sebagai bahan refleksi untuk lebih hati-hati dan tidak grasak-grusuk dalam mengambil sebuah kebijakan, serta mengambil manfaat yang baik dari pemerintahan masa Soekarno untuk kemajuan bangsa dan negara republik Indonesia.  BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Biografi Soekarno 1. Riwayat Hidup Soekarno Ir. Soekarno atau akrab dipanggil Bung Karno lahir di 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama kecilnya Kusno Sosrodihardjo dan wafat di 21 Juni 1970 di Jakarta. Bung Karno merupakan anak berasal dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Sebab sakit-sakitan, Soekarno kecil dirawat kakaknya bernama Raden Hardjodikromo bertempat di Tulungagung. Soekarno kembali menetap bersama dengan bapak serta ibunya pada 1909 pada Mojokerto. Saat di Mojokerto itulah oleh ayahnya ditugaskan menjadi kepala Eerste Inlandse School dan Soekarno pun sekolah di tempat itu (Ramadhan, 2022). Semenjak tinggal kembali bersama orang tuanya, Soekarno mengubah namanya yang berasal Kusno menjadi Soekarno agar dirinya tidak sakit-sakitan lagi dan bisa tumbuh dengan sehat. Sejak kecil Soekarno sudah menjadi anak yang berprestasi bahkan bisa menguasai berbagai bahasa asing. Itulah sebabnya kecerdasan Soekarno dikenal oleh global. Tahun 1911 Soekarno pindah lagi ke ELS yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) yang khusus dipersiapkan buat masuk Hogere Burgerschool (HBS) pada Surabaya. Tahun 1915 Soekarno pun menamatkan sekolahnya pada ELS serta lalu tinggal pada rumah sahabat ayahnya, Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau lebih dikenal dengan H.O.S. Cokroaminoto yang merupakan pendiri serikat Islam. Sejak itulah Soekarno mulai mengenal dunia perjuangan yang akhirnya membuatnya sangat ingin berjuang bagi bangsa Indonesia (Ramadhan, 2022). Di Kediaman Cokroaminoto, Soekarno belia mulai banyak belajar politik dan banyak berlatih pidato. pada sanalah Soekarno mulai kenal serta berinteraksi menggunakan tokoh-tokoh hebat, seperti Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hadjar Dewantara. Merekalah pemimpin organisasi National Indische Partij Ketika itu. Bersekolah pada HBS memberi banyak pengalaman dan Pelajaran bagi Soekarno, sampai akhirnya lulus dan tahun 1921. Selesainya itu Soekarno pun balik pindah tempat tinggal, yakni ke Bandung serta tinggal beserta Haji Sanusi buat melanjutkan pendidikannya pada Technische Hooge School (THS) jurusan teknik sipil atau kita kenal sekarang menjadi kampus ITB. Di sanalah Soekarno menerima gelar insinyurnya dengan lulus di tanggal 25 Mei 1926 (Ramadhan, 2022). Soekarno diwisuda bersama dengan delapan belas unsur lainnya sempurna saat Dies Natalis ITB yang ke-61 pada tiga Juli 1926. Berdasarkan Prof. Jacob Clay menjadi ketua Fakultas pada kampus tadi menyatakan kebanggaannya sebab terdapat 3 orang insinyur orang Jawa, Yakni Soekarno, Anwari, serta Soetedjo, dan gelar insinyur asal wilayah lainnya. Di masa hidupnya, Soekarno telah menikahi sejumlah wanita, yakni Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi, Kartini Manopo, Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafar. Atas pernikahannya tersebut, Soekarno dikarunia 11 orang anak. Sebagian keturunan Soekarno pada akhirnya juga terdapat yang mengikuti jejak sang ayah pada global politik Indonesia. Yakni putrinya yang bernama Megawati Soekarnoputri yang pernah menjabat menjadi presiden ke-5 RI, Rachmawati Soekarnoputri, serta Sukmawati Soekarnoputri. Putranya yang pertama dengan Fatmawati, Guntur Soekarno Putra justru tak terjun ke global politik mirip dirinya serta saudara termuda-adik perempuannya. 2. Karir Politik Soekarno Berbicara soal biografi Ir. Soekarno tidak lengkap cita rasanya Bila tidak membahas perannya pada global politik yang sangat luar biasa. Ir. Soekarno bahkan sudah terjun ke dunia politik sejak usianya masih sangat belia. Soekarno terkenal pertama kali pada tahun 1915 ketika menjadi anggota Jong Java Cabang Surabaya. Kebanyakan organisasi di Indonesia dari Soekarno masihlah Jawa-sentris yang hanya memikirkan kebudayaan saja. Hal itulah yang membentuk Soekarno perlu menjawab tantangan tadi. Sebab kesedihannya tadi Soekarno pun menyampaikan pidato menggunakan bahasa ngoko (bahasa Jawa yang kasar) dalam kedap pleno tahunan Jong Java pada Surabaya. Tak berselang usang, setelah sebulan rapat tersebut, Soekarno mencetuskan gagasan buat membuat surat kabar Jong Java memakai bahasa Melayu, bukan bahasa Belanda. Soekarno kemudian mendirikan Algemeene Studieclub (ASC) pada Bandung di tahun 1926 yang ialah hasil pandangan baru dari Dr. Soetomo di Indonesische Studieclub. Organisasi ASC inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya partai besar pada Indonesia, Partai Nasional Indonesia yang lahir tahun 1927. Berkat aktif di organisasi PNI itulah Soekarno beberapa ditangkap Belanda karena disebut membahayakan pemerintah kolonial. Lepas 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap di Yogyakarta buat dipindahkan ke penjara Banceuy pada Bandung. lalu pada tahun 1930 dipindahkan ke penjara Sukamiskin serta di tahun ini pula Soekarno mengeluarkan pledoi Indonesia Menggugat yang sangat fenomenal Ketika itu sampai akhirnya dibebaskan di 31 Desember 1931. Selesainya bebas dari penjara, tahun 1932 Soekarno bergabung pada Partai Indonesia (Partindo) yang masih pecahan PNI sebab ketika itu PNI dibubarkan dan dinyatakan tidak boleh oleh Belanda. Namun keaktifannya di Partindo pulang mengantarkan ke penjara di tahun 1933 pada pengasingan Folders sebab konvoi yang bahaya bagi Belanda. Sebab pengasingannya yang relatif usang dan sangat jauh hamper membuat tokoh-tokoh nasional Indonesia yang lainnya melupakan keberadaan dan keterlibatan Soekarno. Hal itu tidak membuatnya menyerah serta Soekarno terus mengirim surat pada Ahmad Hasan, seorang guru Persatuan Islam. Tahun 1938 Soekarno kemudian diasingkan ke Provinsi Bengkulu hingga tahun 1942. Di masa penjajahan Jepang tahun 1942 Soekarno baru pulang dibebaskan. sesudah melalui perjalanan panjang, tahun 1943 perdana menteri Jepang, Hideki Tojo mengundang Soekarno, Mohammad Hatta, serta Ki Bagoes Hadikoesoemo yang kemudian disambut hangat kehadirannya oleh Kaisar Hirohito. Mereka bertiga sudah disebut menjadi famili kaisar Jepang dengan diberikannya Bintang Kekaisaran (Ratna suci). Sejak masa penjajahan Jepang itulah banyak timbul organisasi, mirip Jawa-hokokai, BPUPKI, sentra tenaga masyarakat (Putera) hingga PPKI dengan tokoh-tokoh utama yakni Soekarno, K.H Mas Mansyur, Ki Hadjar Dewantara, dan tokoh lainnya yang aktif di organisasi pergerakan nasional. Akhirnya tokoh-tokoh konvoi nasional tersebut melakukan bekerja sama dengan pemerintah jepang buat kemerdekaan Indonesia. Meskipun permanen terdapat yang melakukan gerakan bawah tanah mirip Amir Sjarifuddin serta Sutan Syahrir yang tidak sepenuhnya percaya pada Jepang serta menganggapnya berbahaya dan fasis. Selama perjuangan yang panjang akhirnya Soekarno serta Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang didesak oleh kaum muda dan sempat diculik ke Rengasdengklok. Sejak itulah Soekarno diangkat sebagai Presiden pertama Indonesia serta mulai dikenal menjadi oleh Proklamator yang didampingi Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Sebelumnya pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI Soekarno sudah mengemukakan gagasan perihal dasar Negara, yakni Pancasila yang kini masih menjadi dasar Negara kita. Sehabis berhasil merumuskan Pancasila, Soekarno berupayamenyatukan nusantara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan bangsa-bangsa pada Asia, Afrika, serta Amerika Latin juga sempat diusahakan Soekarno dalam Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung sampai akhirnya berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Berkat jasa Soekarnolah banyak Negara daerah Asia Afrika yang mereka, meskipun terdapat pula yang konflik berkepanjangan karena ketidakadilan pada negaranya. Itulah sebabnya Soekarno dikenal dalam menjalankan politik bebas aktif global Internasional. Atas kejayaan perjuangannya buat Indonesia, Ir Soekarno pula mengalami masa jatuh pada politiknya setelah Wapres Mohammad Hatta akhirnya memutuskan buat mengundurkan diri serta memisahkan diri berasal Soekarno tahun 1956. Selain itu banyak juga pemberontakan separatis yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah, puncak. pemberontakan tersebut artinya saat terjadinya pemberontakan yang dikenal menggunakan G30S PKI yang meluluh lantakan rakyat Indonesia waktu itu. Karena peristiwa itulah Soekarno menerima pengucilan berasal presiden yang menggantikan dirinya, yakni Soeharto. karena usianya yang telah tua serta tak jarang sakit-sakitan akhirnya Soekarno wafat pada Jakarta, tepatnya Wisma Yaso di lepas 21 Juni 1970. Lalu jasadnya dimakamkan di Blitar serta sebagai ikon kota Blitar hingga ketika ini. Makam Soekarno Pun selalu ramai peziarah serta wisatawan yang datang di hari-hari eksklusif dan sangat ramai waktu haul oleh Proklamator tadi. B. Konsep Pemerintahan Pada Masa Soekarno Sebagaimana dijelaskan pada latar belakang masalah, bahwa setidaknya pada masa pemerintahan Soekarno terdapat tiga masa pemerintahan yang silih berganti yang terekam dalam cacatan para sejarawan, di antaranya adalah Sistem Presidensial, Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin. 1. Sistem Presidensial (1945 – 1949)/ Awal Kemerdekaan Pada periode awal kemerdekaan Indonesia (1945-1950), setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan presidensial yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dalam sistem ini, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan yang signifikan, menjabat sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Artinya, Presiden memiliki otoritas tertinggi dalam menjalankan urusan negara baik di dalam maupun di luar negeri, serta memimpin jalannya pemerintahan sehari-hari. (FAWZIA, 2018) Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, tepat setelah Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, negara ini berada dalam fase pembentukan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa yang baru merdeka. Saat itu, Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan presidensial, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Sistem ini dipilih karena dianggap paling efektif untuk menjalankan roda pemerintahan dalam situasi darurat dan penuh tantangan setelah kemerdekaan (Fikri, 2022). Sistem presidensial yang diterapkan pada periode ini menempatkan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam kapasitas ini, presiden memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan roda pemerintahan tanpa adanya campur tangan legislatif yang signifikan. Presiden bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan pemerintahan dan memiliki kekuasaan eksekutif yang luas, termasuk dalam menetapkan kebijakan, mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu presiden, serta memimpin angkatan bersenjata. Pada masa itu, menteri-menteri yang dipilih presiden bertanggung jawab langsung kepada presiden dan bukan kepada parlemen, sebagaimana ciri khas sistem presidensial (Fikri, 2022). Keputusan untuk mengadopsi sistem presidensial ini sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi negara yang baru saja merdeka. Indonesia menghadapi berbagai tantangan berat, seperti ancaman dari Belanda yang ingin kembali menjajah melalui Agresi Militer, konflik internal, dan pembangunan struktur pemerintahan yang masih sangat baru. Sistem presidensial dianggap mampu memberikan stabilitas yang dibutuhkan karena menempatkan kekuasaan eksekutif pada satu pemimpin yang kuat, yaitu presiden. Selain itu, pilihan ini juga mencerminkan semangat kolektif bangsa untuk menjaga kemerdekaan dan mempersatukan negara yang saat itu masih terfragmentasi. Namun, dalam praktiknya, sistem pemerintahan presidensial ini mengalami beberapa tantangan. Salah satu masalah yang muncul adalah belum adanya keseimbangan yang jelas antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. UUD 1945 yang digunakan sebagai dasar hukum masih bersifat sederhana dan memberikan kekuasaan yang besar kepada presiden. Hal ini membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, dinamika politik pada masa awal kemerdekaan yang diwarnai oleh keberadaan berbagai kelompok dengan kepentingan berbeda juga sering kali menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Periode ini juga ditandai dengan pergolakan politik yang cukup intens. Setelah pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai cikal bakal parlemen, muncul desakan untuk memperkuat fungsi legislatif sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, pada tahun 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat X, yang memberikan ruang lebih luas bagi KNIP untuk menjalankan fungsi legislatif sementara. Kebijakan ini secara tidak langsung mengubah sistem pemerintahan menjadi lebih bersifat semi-presidensial, meskipun secara formal UUD 1945 masih menjadi landasan konstitusional (FAWZIA, 2018). Meskipun banyak tantangan, sistem presidensial pada periode awal kemerdekaan Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan negara yang baru merdeka. Dengan kewenangan besar yang dimiliki presiden, negara mampu menghadapi ancaman eksternal dan internal, sekaligus menjalankan program-program awal untuk memperkuat kedaulatan. Sistem ini menjadi fondasi bagi upaya membangun pemerintahan yang efektif dan berfungsi hingga akhirnya digantikan oleh sistem lain pada periode berikutnya, yaitu sistem parlementer pada tahun 1950. Periode 1945-1949 mencerminkan perjuangan bangsa dalam mencari bentuk pemerintahan yang paling cocok dengan kondisi politik, ekonomi, dan sosial saat itu. Sistem presidensial, meskipun memiliki keterbatasan, memberikan pelajaran berharga bagi perjalanan demokrasi dan sistem pemerintahan Indonesia di masa mendatang. Namun, implementasi sistem presidensial pada masa itu menghadapi berbagai tantangan yang berat. Dua faktor utama yang menyebabkan sistem ini tidak berjalan mulus adalah: a. Agresi Militer Belanda Belanda yang tidak mengakui kemerdekaan Indonesia melakukan agresi militer sebanyak dua kali (1947 dan 1948). Agresi ini menyebabkan instabilitas politik dan keamanan yang sangat mengganggu jalannya pemerintahan. Fokus pemerintah terpecah antara mempertahankan kemerdekaan melalui perlawanan fisik dan menjalankan roda pemerintahan. Situasi ini mempersulit konsolidasi kekuasaan dan efektivitas sistem presidensial (Fikri, 2022). b. Situasi Politik yang Belum Stabil Selain ancaman dari luar, situasi politik dalam negeri juga belum stabil. Munculnya berbagai faksi politik dengan ideologi yang berbeda, serta upaya-upaya pemberontakan, menciptakan ketidakpastian dan menghambat jalannya pemerintahan yang efektif. Perubahan sistem pemerintahan ke parlementer pada tahun 1949 juga merupakan salah satu indikasi ketidakstabilan politik pada masa itu. c. Ciri-Ciri Sistem Sistem Presidensial  Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan.  Presiden dipilih langsung oleh rakyat.  Presiden memiliki kekuasaan untuk membentuk kabinet dan mengangkat menteri-menteri.  Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden.  Presiden tidak dapat membubarkan parlemen (DPR).  Terdapat mekanisme impeachment (pemberhentian presiden oleh MPR atas usul DPR) jika presiden melanggar konstitusi (Octovina, 2018). 2. Demokrasi Liberal (Sistem Parlementer) (1950 – 1959)/ Republik Indonesia Serikat Sistem Parlementer (Demokrasi Liberal 1950-1959) merupakan periode penting dalam sejarah politik Indonesia. Periode ini dimulai setelah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) digantikan oleh Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa ini adalah sistem parlementer, di mana kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dan kabinetnya, sementara Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara dengan peran seremonial (Setiawan, 2018). Dalam sistem ini, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Jika kabinet kehilangan kepercayaan parlemen, maka kabinet harus mengundurkan diri. Sistem ini, meskipun secara teori dirancang untuk mendorong demokrasi, dalam praktiknya menghadapi berbagai tantangan. Salah satu masalah utamanya adalah seringnya pergantian kabinet. Hal ini disebabkan oleh dinamika politik yang penuh persaingan antarpartai, yang menciptakan instabilitas dalam pemerintahan. Antara tahun 1950 hingga 1959, tercatat ada tujuh kali pergantian kabinet, dengan rata-rata kabinet hanya bertahan sekitar satu tahun. Ketidakstabilan politik ini berdampak langsung pada perekonomian negara. Kebijakan yang tidak konsisten dan seringnya pergantian pemimpin membuat program-program pembangunan sulit berjalan dengan efektif. Selain itu, konflik ideologi antara kelompok nasionalis, agama, dan komunis semakin memperumit situasi. Persaingan antarpartai tidak hanya berlangsung di parlemen, tetapi juga melibatkan masyarakat, sehingga memperburuk polarisasi sosial (RIAWAN, 2016). Pada akhirnya, sistem parlementer ini dinilai tidak mampu membawa stabilitas yang dibutuhkan oleh negara. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante dan mengembalikan Indonesia ke UUD 1945, serta memulai era Demokrasi Terpimpin. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap ketidakmampuan sistem parlementer dalam menciptakan stabilitas politik dan ekonomi, sekaligus mengakhiri periode Demokrasi Liberal. (Setiawan, 2018) Adapun catatan yang terjadi sepanjang bergulirnya system pemerintahan Demokrasi Liberal/Sistem Parlementer yang kelak dikemudian hari berubah menjadi demokrasi terpimpin memliki beberapa catatan sebagai berikut (RIAWAN, 2016):  Latar Belakang Perubahan Sistem Perubahan ke sistem parlementer terjadi setelah Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan pada tahun 1950. Hal ini dianggap sebagai langkah untuk menyelaraskan kondisi politik domestik dengan praktik-praktik demokrasi modern. Sistem parlementer dipilih karena dianggap lebih fleksibel dan responsif terhadap dinamika politik, dibandingkan sistem presidensial yang sebelumnya diterapkan.  Kompleksitas Parlemen dan Koalisi Kabinet Pada masa ini, Indonesia memiliki banyak partai politik dengan ideologi yang beragam, seperti nasionalisme, agama, dan sosialisme-komunisme. Parlemen diisi oleh koalisi partai-partai yang sering kali tidak solid. Ketidakstabilan ini memicu konflik internal dalam koalisi, sehingga kabinet seringkali tidak dapat bertahan lama.  Hubungan Antar Lembaga Hubungan antara lembaga legislatif (parlemen) dan eksekutif (kabinet) sering kali tidak harmonis. Parlemen memiliki kekuasaan besar untuk menggulingkan kabinet melalui mosi tidak percaya. Di sisi lain, Presiden yang seharusnya hanya berperan sebagai simbol kepala negara sering kali turun tangan dalam politik praktis, sehingga menambah ketegangan politik.  Krisis Nasional dan Regional Selama periode ini, Indonesia menghadapi berbagai tantangan serius, termasuk pemberontakan daerah seperti PRRI/Permesta, gerakan separatis, serta masalah dalam mengintegrasikan wilayah baru seperti Papua Barat. Ketidakmampuan kabinet untuk menangani masalah ini memperburuk kondisi negara.  Kritik terhadap Demokrasi Liberal Demokrasi Liberal sering dikritik karena dianggap lebih mengutamakan kepentingan partai politik dibandingkan kepentingan rakyat. Konflik antarpartai dan pergantian kabinet yang terlalu sering menciptakan ketidakstabilan politik, sehingga pembangunan ekonomi dan sosial terhambat.  Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Ketidakmampuan Konstituante untuk menyusun UUD baru menjadi puncak krisis sistem parlementer. Presiden Soekarno menggunakan Dekrit Presiden untuk membubarkan Konstituante, memberlakukan kembali UUD 1945, dan mengakhiri sistem parlementer. Langkah ini sekaligus menjadi awal dari era Demokrasi Terpimpin, yang lebih berpusat pada kekuasaan Presiden. 3. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965) Pasca Republik Indonesia Serikat Demokrasi Terpimpin adalah sebuah fase penting dalam sejarah politik Indonesia yang berlangsung dari tahun 1959 hingga 1965. Periode ini menandai peralihan sistem pemerintahan dari Demokrasi Liberal menuju Demokrasi Terpimpin setelah bubarnya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950. Setelah RIS dibubarkan, Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan, tetapi ketidakstabilan politik dan ekonomi yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal memunculkan gagasan perlunya sistem pemerintahan yang lebih terpusat, yang kemudian dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin. Gagasan Demokrasi Terpimpin dicetuskan oleh Presiden Soekarno sebagai respons atas ketidakmampuan sistem parlementer dalam menjaga stabilitas politik dan ekonomi negara. Demokrasi Liberal yang diterapkan sebelumnya dianggap gagal karena sering terjadinya pergantian kabinet dan konflik antarkelompok politik yang berujung pada lemahnya pemerintahan. Pada 5 Juli 1959, melalui Dekrit Presiden, Soekarno mengeluarkan keputusan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai dasar hukum negara. Dekrit ini sekaligus menandai dimulainya era Demokrasi Terpimpin (Hati, 2022). Dalam sistem Demokrasi Terpimpin, kekuasaan politik terpusat pada Presiden Soekarno, yang berperan sebagai pemimpin tertinggi negara, pemerintah, dan simbol persatuan bangsa. Sistem ini didasarkan pada konsep “kekeluargaan” dan “musyawarah mufakat,” yang bertujuan untuk menggantikan prinsip demokrasi parlementer yang dianggap terlalu mementingkan kepentingan partai politik daripada kepentingan nasional. Soekarno juga menggagas ide Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai upaya menyatukan berbagai kekuatan ideologi yang ada di Indonesia pada waktu itu (Hati, 2022). Periode ini, sistem politik Indonesia sangat berbeda dibandingkan dengan masa sebelumnya. Partai-partai politik tetap ada, tetapi peran mereka semakin dibatasi. Parlemen tidak lagi memiliki kekuasaan yang besar, dan Soekarno mengangkat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang anggota-anggotanya dipilih oleh Presiden. Selain itu, lembaga lain seperti Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Front Nasional dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Namun, meskipun bertujuan untuk menyatukan bangsa, sistem Demokrasi Terpimpin tidak lepas dari kritik dan tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah dominasi militer dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam politik. PKI menjadi salah satu pendukung utama Soekarno, dan pengaruhnya semakin kuat selama periode ini. Hal ini menyebabkan ketegangan dengan kelompok Islam dan nasionalis yang merasa terancam oleh kekuatan komunis. Selain itu, perekonomian Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami banyak masalah, seperti inflasi yang tinggi, penurunan produksi, dan kelangkaan bahan pokok. Pemerintah mencoba mengatasi masalah ini dengan berbagai kebijakan ekonomi, tetapi hasilnya sering kali tidak memadai. Situasi ekonomi yang sulit diperparah oleh pengeluaran besar untuk proyek-proyek mercusuar, seperti pembangunan Monumen Nasional (Monas) dan penyelenggaraan Asian Games 1962, yang dipandang lebih simbolis daripada pragmatis. Periode Demokrasi Terpimpin berakhir pada tahun 1965 setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September (G30S), yang menandai awal transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Peristiwa ini sekaligus mengakhiri pengaruh besar PKI dalam politik Indonesia dan membuka jalan bagi Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto (Hati, 2022). Secara keseluruhan, Demokrasi Terpimpin merupakan periode yang penuh dinamika dan kontroversi. Di satu sisi, periode ini mencerminkan upaya Soekarno untuk mempertahankan persatuan bangsa di tengah keragaman ideologi dan tantangan global. Namun, di sisi lain, terpusatnya kekuasaan pada Presiden dan ketegangan antarkelompok politik menciptakan ketidakstabilan yang akhirnya membawa perubahan besar dalam sejarah Indonesia (Purnamawati, 2020). Adapun ciri-ciri dari masa pemerintahan demokrasi terpimpin ini adalah sebagai berikut (Syaputri, 2023): 1. Kekuasaan Terpusat pada Presiden • Presiden Soekarno memiliki kekuasaan yang sangat dominan dalam sistem pemerintahan. • Presiden tidak hanya bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tetapi juga menjadi tokoh utama dalam pengambilan keputusan politik dan ekonomi. • Parlemen dan lembaga negara lainnya lebih banyak berfungsi untuk mendukung kebijakan presiden. 2. Peran Partai Politik yang Dibatasi • Demokrasi Terpimpin mengurangi peran partai politik dalam pemerintahan. • Banyak partai politik diintegrasikan ke dalam lembaga-lembaga yang dikendalikan oleh Presiden, seperti Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). • Partai-partai besar seperti Partai Komunis Indonesia (PKI) mendapat pengaruh signifikan, sementara partai lain dipinggirkan. 3. Sistem Musyawarah dan Mufakat • Demokrasi Terpimpin menekankan pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat sebagai pengganti sistem pemungutan suara yang digunakan dalam Demokrasi Liberal. • Konsep ini digunakan untuk menghindari konflik terbuka antara kelompok-kelompok politik yang berbeda. 4. Diterapkannya Konsep Nasakom • Presiden Soekarno memperkenalkan ideologi Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai upaya untuk menyatukan tiga kekuatan besar di Indonesia. • PKI menjadi salah satu pendukung utama Nasakom, yang menciptakan ketegangan dengan kelompok Islam dan nasionalis yang merasa terancam oleh pengaruh komunis. 5. Pengurangan Peran Lembaga Legislatif • DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan dan digantikan oleh DPR-GR yang anggotanya ditunjuk langsung oleh Presiden. • Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) juga dibentuk dengan anggota yang dipilih oleh Presiden. 6. Pengaruh Militer yang Kuat • Militer, terutama Angkatan Darat, memainkan peran besar dalam politik dan pemerintahan. • Banyak perwira militer yang ditempatkan dalam jabatan-jabatan penting di pemerintahan. 7. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 • Demokrasi Terpimpin dimulai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang mengembalikan pemberlakuan UUD 1945 dan membubarkan Konstituante. • UUD 1945 memberikan landasan hukum bagi konsentrasi kekuasaan pada Presiden. 8. Proyek Mercusuar • Pemerintah fokus pada proyek-proyek besar dan simbolis yang dianggap mampu meningkatkan citra Indonesia di mata dunia, seperti pembangunan Monumen Nasional (Monas), Gelora Bung Karno, dan penyelenggaraan Asian Games 1962. • Meskipun memiliki nilai simbolis, proyek-proyek ini sering dikritik karena tidak memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat. 9. Dominasi Media oleh Pemerintah • Media massa diawasi ketat oleh pemerintah untuk memastikan bahwa informasi yang beredar sesuai dengan kepentingan politik Presiden Soekarno. • Kritik terhadap pemerintah sering kali dibungkam, dan media yang tidak sejalan dengan pemerintah dibatasi atau dibubarkan. 10. Ketegangan Antarideologi • Meskipun berusaha menyatukan ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme, ketegangan tetap muncul di antara kelompok-kelompok pendukung ideologi tersebut. • Ketegangan ini akhirnya mencapai puncaknya pada peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965.   BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan dan isi, kami kelompok dua menyimpulkan hasil paparan pada bab 2 setidaknya adalah sebagai berikut: 1. Riwayat Hidup Soekarno dan Warisannya Bagi Bangsa Indonesia Soekarno adalah tokoh yang tak hanya menjadi proklamator, tetapi juga pemimpin dengan visi besar bagi bangsa Indonesia. Melalui perjalanan hidup yang penuh dinamika, Soekarno menunjukkan keteguhan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keutuhan bangsa. Warisan yang ditinggalkannya meliputi dasar negara Pancasila, perjuangan melawan kolonialisme, dan semangat persatuan yang masih relevan hingga kini. Selain itu, jasanya dalam mempromosikan Indonesia di kancah internasional, seperti melalui Konferensi Asia Afrika, menjadi tonggak penting dalam membangun citra bangsa yang mandiri dan berdaulat. 2. Sistem Pemerintahan pada Masa Soekarno: Presidensial, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin Pada masa pemerintahannya, Soekarno menerapkan tiga model sistem pemerintahan yang mencerminkan respons terhadap tantangan zamannya. Sistem Presidensial awal menonjolkan kepemimpinan tunggal dalam kondisi darurat. Demokrasi Liberal membawa dinamika politik dengan kebebasan partai-partai, namun memunculkan instabilitas kabinet. Era Demokrasi Terpimpin, meski terpusat pada presiden, bertujuan mempersatukan berbagai ideologi. Ketiga sistem ini memberikan pelajaran berharga mengenai adaptasi pemerintahan di tengah kompleksitas politik dan sosial, meskipun masing-masing memiliki kelemahan yang memengaruhi stabilitas negara. B. Saran Pemerintah dan masyarakat perlu mengambil inspirasi dari semangat perjuangan Soekarno untuk membangun kebijakan yang inklusif, inovatif, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Peningkatan pendidikan sejarah juga penting agar generasi muda memahami peran pemimpin bangsa dan menerapkan nilai-nilai nasionalisme serta persatuan dalam kehidupan bernegara. Peneliti sejarah dapat menggali lebih dalam aspek-aspek pemerintahan Soekarno, seperti kebijakan ekonomi dan dampaknya. Kajian komparatif dengan sistem politik masa kini juga dapat memberikan perspektif baru dalam memahami dinamika politik Indonesia.   DAFTAR PUSTAKA FAWZIA, D. e. (2018). Sistem Presidensial Indonesia dari Soekarno ke Jokowi (Edisi Revisi). . Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Fikri, S. a. (2022). "Perbandingan Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia Dan Iran." . YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum 8.1, 56-65. Hati, L. P. (2022). "Segitiga Kekuasaan Demokrasi Terpimpin Tahun 1959-1965: Sukarno, TNI-AD dan Partai Komunis Indonesia.". Yupa: Historical Studies Journal 6.2, 161-180. Octovina, R. A. (2018). Sistem presidensial di Indonesia. CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 247-251. Purnamawati, E. (2020). "Perjalanan Demokrasi di Indonesia." . Solusi 18.2 , 251-264. Ramadhan, H. (2022). Biografi Bung Karno Bapak Proklamator Indonesia. Jakarta: Universitas Bung Karno. RIAWAN, Y. H. (2016). "KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959." . Yogyakarta: Universitas Sanata Darma. Setiawan, J. W. (2018). Sistem ketatanegaraan Indonesia pada masa demokrasi liberal tahun 1950-1959. 6.2. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 365-378. Syaputri, O. M. (2023). "Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Presidensial & Parlementer." . Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan 2.2, 56-63.

No comments:

Post a Comment

Pemerintahan Soekarno

PEMERINTAHAN SOEKARNO MAKALAH Oleh: Parid Maulana SMP IT AL-QUR’AN AL FADLILAH BL. LIMBANGAN TAHUN 2025   Kata Pengantar Assalamu’...