Thursday, March 22, 2018

Lima Faktor Pengghalang Kebaikan




Siapakah orangnya yang tidak mau mengerjakan sebuah kebaikan yang akan mengantarkan dirinya pada keindahan, kesejukan dan ketentraman hidupnya? Saya rasa semua manusia pada hakikatnya ingin dan akan selalu mempunyai hasrat serta potensi untuk melakukan kebaikan. Hal ini berangkat dari manusia itu sendiri yang memang tugasnya sebagai pemimpin di muka bumi ini (khalifatul fi al-ardi). Maka, perangkat penunjang untuk memimpin haruslah berbuat baik meskipun hanya satu atau dua kali dalam hidupnya. 
Dalam pada itu, menunaikan kebaikan bukanlah perkara yang mudah layaknya membalikan kedua telapak tangan, sehingga terjadi bim-salabim semuanya sesuai dengan rencana dan apa yang diharapkan oleh sipelaku (rencana kebaikan). Dimana ada siang disana pula ada malam, pun demikian dimana ada niatan untuk berbuat baik disana-pun tersaji dengan sistematis sekelumit problem. Lantas apakah kita dapat mewujudkan kebaikan itu sehingga berdaya guna bagi keberlangsungan ekosistem, baik secara hayawani maupun manusiawi
Setidaknya menurut catatan dan pengamatan salah seorang Kiyai Muda karismatik ( Kiyai Syamsudin M.Ag) yang juga pengasuh Pondok Pesantren Anak Jalanan At-Tamur, Cibiru Hilir-Cileunyi Bandung. Godaan atau penghalang menuju jalur suksesi kebaikan itu setidaknya ada lima hal (hambatan).
1. Diri sendiri.
Tak banyak memang dari manusia pada umumnya yang selalu menyalahkan dirinya sendiri (intropeksi diri) tatkala sebuah rencana dan sederet sketsa yang dianggapnya baik kemudian tidak terlaksana. Masalahnya adalah karena diri kita sendiri yang kurang siap baik secara finansial maupun secara mental untuk terjun langsung kelapangan harapan "peradaban kebaikan".
Kesiapan itu bisa berupa kemiskinan, tak punya relasi yang banyak dan juga lainnya, ada relasi tapi ia tidak mengakui akan kekerabatan tersebut karena kembali kepada pertama pertanyaan dan nafsu dari si link tadi apakah ada feedback yang akan diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada sipelaku relasi itu? kedua Dan seberapa Tinggi serta lebih-kah materi yang akan diperoleh ia (si relasi).
2. Keluarga.
Dalam perihal kebaikan bukan main sulitnya mewujudkan cita-cita luhur itu, faktor keluarga biasanya menjadi momok yang menakutkan, apalagi bila keluarga itu minim ekonomi, simpati terhadap sesama dan minim kebijaksanaan.
Keluarga akan menganggap hal (cita-cita) tersebut sebagai bentuk sia-sia belaka yang tidak perlu dilakukan sama sekali, mengingat orang yang akan kita tolong itu kurang berperan vital dalam keberlangsungan hidup si keluarga tersebut. Masih mending orang yang ditolong itu ada kekerabatan atau peran dalam keluraga tersebut, lha ini kalau tidak ada maka, tidak sedikit dari mereka yang menghalangi cita-cita mewujudkan kebaikan tersebut.
Keluarga juga biasanya menanyakan perihal keuntungan yang akan didapatkan ketika melakukan tindakan tersebut. Sedangkan pekerjaan itu  harus dan memang lazimnya menghasilkan materi. 
Tak ubahnya para Nabiyullah yang banyak dicoba oleh keluarganya dalam suksesi kebaikan, sebut saja Nabi Nuh A.s dan Nabi Shaleh A.s, dimana para keluarganya sangat menentang rencana kebaikan Nabi-Nabi A.s tersebut. Tercatat Kan'an putra Nabi Nuh A.s justru ialah yang pertama kali menjadi penghalang suksesi kebaikan Nuh A.s.
3. Teman sejawat.
Bisa jadi mungkin yang Anda dan saya ketahui dalam suksesi kebaikan teman itu adalah orang yang paling berperan dalam cita-cita tersebut, padahal dalam relaitas tak ada teman abadi, bahkan bagi sekelas politikus dan kaum elit sekalipun. kita  Ambil sempel Pesantren, ketika hendak melakukan kebaikan dalam sebuah lembaga Pesantren tak jarang para guru dan pengurus Pesantren justru tidak sepaham, mereka menginginkan jalur dan kurikulum masing-masing dalam rangka menyukseskan dan memajukan pesantren. Inilah akar permasalah kebaikan yang dapat mengekibatkan terjadinya konflik internal. Karena mereka menginginkan popularitas masing-masing, pada puncaknya perpecahan-pun terjadi dan lembaga menjadi terbengkalai, akhirnya kebaikan itu tidak terlaksana dan gagal total (gatal).
Lain teman lain lagi sahabat, Shahabat adalah mereka yang cenderung selalu menasihati, tak ada istilah tikung-menikung dalam berbuat baik. Sahabat akan senantiasa melakukan dan men-support segala bentuk gagasan yang sekiranya menurut si penggagas dan si sahabat itu baik.
4. Variabel yang setingkat.
Kita ambil contoh lagi antara Pesantren A dan Pesantren. Disisni kembali lagi perseturuan antara variabel yang sama dalam hal mencari popularitas, baik dari segi sarana dan prasarana maupun dari kuantitas serta kualitas Santrinya, minimal disini konlfik horizontal akan tersaji. Kecilnya saling menjatuhkan secara lisan dan pada akhirnya konflik fisik.
5. Lingkungan.
Yang terakhir ini adalah yang paling getol dan sering membuat konflik baik secara langsung maupun secara siir ( tersembunyi). 

*Saran sementara penulis untuk meminimalisir gagalnya melakukan kebaikan hendaklah diperhatikan hal-hal di atas, tentunya dengan kesiapan mental, finansial dan juga tekad yang kuat. Mengutip dari perkataan Al-Mukarram Ach Dhofir Zuhry "Kerjakanlah do'amu dan do'akan-lah kerjamu", sekian dan terimakasih semoga dapat bermanfaat.


Wednesday, March 21, 2018

Nikmatnya "Berita" daripada "Perintah"


Tak banyak yang diketahui orang pada umumnya tentang definisi berita itu apa, sederhananya mereka mengartikan berita itu sebagai sebuah informasi, terlepas apakah informasi itu penting atau tidak bagi asupan pikir mereka. Namun bagi para pegiat akademik tentu definisi dari sebuah kata perlu ditelusuri sebagai bahan pertimbangan dalam menyelasaikan masalah agar terdapat pembatas dari akar kata dan masalah tersebut. Secara singkatnya berita itu merupakan cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.
Berangkat dari kesadaran sebagai akademik, meskipun masih amatiran! saya coba menguraikan indah dan nikmatnya berita dari pada perintah langsung dalam berita itu sendiri. 
Sebagai seorang muslim yang tumbuh dan besar dilingkungan yang syarat akan keagamaan, secara tidak langsung pemikiran ini didasari oleh doktrin wahyu yang saya pahami secara sepintas maupun mendetail, bahwasanya berita itu indah dan nikmat untuk dibaca, dipahami dan dicerna daripada sebuah perintah langsung untuk berbuat sesuatu, hal itu terbukti dengan adanya sebuah firman Allah Swt dalam Al-Quran surah Ali 'Imran ayat 97 ; "Waman dakhalahu kaana aaminan" artinya "barang siapa yang masuk ke dalam masjidil haram, maka ia akan aman". Dari sini terlihat jelas bahwasanya yang disebutkan adalah berita (orang yang masuk masjidil haram maka ia akan berada dalam keamanan), namun yang dimaksud disana tak lain adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia ketika kita berada di masjidil haram hendaklah kita membuat kedaan disekitar aman dan tentram.
Dalam penyampaian sebuah redaksi Allah Swt seringkali menggunakan bahasa majaz (kiasan) kepada makhluknya untuk senantiasa mengkuti segala perintah dan aturan yang telah ditetapkan-Nya. Karena sifat berita itu sendiri yang cenderung mengajak dan tidak mendikte. Bila kita perhatikan lagi pelaku perintah ini lebih diidentikan sebagai diktator, si egois dsb, berbeda tingkatannya dengan si penyampai berita yang seringkali dianggap sebagai si penutur yang lembut dan bersahaja dan tentunya dengan kalimat kiasan itu lebih indah serta menunjukan ketinggian  kapasitas si penyampai berita.
Untuk memahami keindahan berita dari pada perintah dapat kita ambil contoh kalimat yang sudah familiar kita pendengarkan dan baca.  Kalimat pertama "Buanglah sampah pada tempatnya!" kemudian kalimat kedua "Membuang sampah pada tempatnya merupakan tanda ciri peradaban yang tinggi sebuah bangsa".
Dari dua kalimat di atas kita sedikit dapat kesimpulan bahwa, kalimat pertama mengandung unsur yang seakan telah men-justifikasi kita sebagai orang yang tidak berperilaku sesuai dengan aturan juga tak bermoral, baik di daerah atau bahkan negara. Sedangkan kalimat kedua mengandung unsur ajakan yang tidak klaim sepihak (kita tidak beradab, beraturan dan semraut). Berita memposisikan seolah kalimat itu menjadi bumbu pada tiap masakan yang rasanya begitu enak di lidah namun bumbu itu tidak nampak. Berbeda dengan perintah dalam masakan umpamanya ia tampil sebagai cabai yang rasa dan wujudnya terlihat dimasakan, tentunya disatu sisi ia dapat diterima oleh lidah disisi lain ia justru menimbulkan mules.   
Kesimpulan sementara penulis adalah, dalam bertutur kata menghadapi segala problematika yang begitu rumit akhir-akhir ini, hendaklah sampaikan dengan kalimat ajakan yang bernuansa kesejukan dan kedamaian tanpa harus melontarkan perintah secara langsung, karena hal itu dapat membuat orang itu tersingung serta dapat men-downkan psikis orang tersebut.
     

Tuesday, March 20, 2018

Catatan ???? oleh Parid Maulana


Cinta katamu aku itu kumbang yang hinggap di kelopak  bungamu lalu pergi saat kau layu, benarkah demikian? Aku rasa jika demikian kamu keliru. Setiap saat aku selalu membayangkan dan berkeinginan menjadi sebuah kertas putih yang selalu kau coret-coret dengan tetesan rindu, air mata dan perasaan yang akan menjadi  catatan sejarah berharga.
Cinta katamu aku ini bagaikan sebatang rokok yang oleh banyak orang disimpan dibibirnya kemudian dibuang saat rokok itu tinggal puntungnya,  jika demikian kamu telah keliru? Apa sebab, karena selama ini aku selalu menginginkan menjadi layaknya handphone yang selalu engkau pegang dan dibawa kemanapun kau berada.
Cinta katamu semua ucapanku hanya bualan belaka, jika demikina kau telah keliru lagi? Apa sebab, karena selama ini aku selalu menginginkan menjadi layaknya resi, para filsuf dan juga para sufi yang selalu menumbuhkan rasa cinta kasih dalam setiap langkah dan hembus nafasmu.
Cinta jika memang selama ini kau masih berpaling dalam ruang ketakutan untuk bersemi dalam naungan pohon kasih-ku, aku rasa dan kau memang harus tinggalkan ketakutan itu. Apa sebab? Selama ini aku telah berproses juga berusaha untuk memupuk sebuah potensi dan kekuatan untuk menghadang dan mengobati rasa takutmu yang setiap saat menghantuimu.

Cukup itu saja pesan terbaik-ku untukmu, karena selama ini kaulah puisi terindah yang pernah aku tulis, sedangkan wanita yang kutemui selama ini tidak lain hanyalah catatan kaki tak berarti.

 

Mahasiwa Zaman Now

  lucuketawangakak.blogspot.com Mahasiswa Zaman Now S elama manusia masih menempati bumi ini, maka selama itu pula man...